Nama : Ricko
Toniel
Kelas : XI
IIS 1
No. Absen :
26
KEINGINAN YANG TERWUJUD OLEH SEMANGAT
Tak pernah terlintas di benak Jo yang membuat dirinya harus
melamun, membayangkan akan masa depannya. Dirinya bagaikan rumput yang siap
ditiup angin, yang harus memaksakan diri untuk menerima nasib. Kini
keinginannya untuk menjadi seorang atlet harus terombang-ambing dengan kondisi
ekonomi keluarganya. Bagaimana tidak harus makanpun dia harus bekerja, agar
dapat membeli sebungkus nasi untuk
dirinya dan ibunya yang terbaring sakit di tempat tidur.
Sinar mentari pagi membangunkan Jo dari bangunnya, tidak
seperti anak-anak umumnya yang harus mengawali paginya dengan sekolah, namun
tidak dengan Jo yang harus bekerja demi untuk mkan. Tanpa harus sarapan, dia
melangkahkan kaki mencari botol dan kardus bekas di sampah dan dipinggir jalan.
“Bu, Jo berangkat kerja dulu ya!”
“Oh ya nak.
Hati-hati”.
“Bu, Jo berangkat kerja dulu ya!”
“Iya, bu.
Nanti kalau udah dapat uang, saya belikan nasi”.
“Iya nak”.
Walaupun harus menghirup bau tak
sedap dari tempat sampah, Jo tetap melakoninya dengan semangat. Merasa karung
sudah penuh, Jo menjualnya ke bandar rosokan.
“Bang, mau
jual rosok?”.
“Ya, taruh
di timbangan saja”.
“Iya bang”.
“Jadi,
semuanya 10.000”.
“terima
kasih bang”.
“Iya
sama-sama”.
Tak sering lagi Jo selalu mampir di
Gedung besar untuk melihat orang-orang yang sedang latihan bulutangkis. Gedung
besar dan mewah itu adalah idaman Jo agar dapat latihan dan mengembangkan
bakatnya untuk bisa menjadi seorang Atlet Bulutangkis. Keinginan tersebut kini
hanya menjadi sebuah mimpi yang entah akan terwujud atau tidak, karena ekonomi
keluarganya yang pas-pas’an sejak ayahnya meninggal. Setelah puas melihat orang
latihan, Jo pulang dan membelikan nasi untuk ibunya.
“Bu, ini
nasinya, silahkan di makan keburu dingin”.
“ya, nak “
“oh ya,
ini bu ini turahan uang dari hasil
mulung tadi”.
“Iya nak,
ibu akan tabung uangnya”.
Disaat ada waktu luang Jo biasanya
menghibur diri dengan bermain bulutangkis dengan tetangganya. Dia melakukannya
semata-mata untuk menghilangkan kelelahan di tubuhnya yang sudah bekerja seharian,
sekaligus untuk menyalurkan hobinya. Walaupun raket dan shuttlecock yang
dimiliki sudah kusam, namun Jo tidak patah semangat. Dia tetap mengayuhkan
raketnya.
Keesokan harinya,Jo tetap melakukan
kegiatan seperti biasanya . Tak sengaja saat melewati Gedung Besar ,dia melihat
di papan pengumuman yang berisi “Akan ada tournament seminggu lagitanpa
dipungut biaya ”. Jo pun berambisi ikut serta dalam tournament tersebut. Jo
meminta tolong kepada tetangganya.
“Mas, bisa
gak kita main bulutangkis setiap sore?” .
“Memangnya
ada apa, tumben ngomongnya serius?”.
“Itu mas,
mau ikut tournament”.
“Ow, ya
kalau ada waktu , saya akan sempetin untuk main sama kamu dan juga panggil mas
dulu kalau mau main”.
“Iya mas, terima
ksaih ya?”.
“Iya,
sama-sama Jo”.
Setelah seharian bekerja, Jo
memanggil tetangganya untuk main bareng. Yang dilakukan Jo adalah semata-mata
untuk melatih dan mempersiakan diri menjelang tournament.
“Mas,
latihan yuk?”.
“O ya, ayo”.
“Ok, ambil
raket dulu ya”.
“Kalau main
itu jangan asal mukul, harus pakai perasaan?”.
“iya mas”.
Sambil mengayuhkan raket , salah
satu tetangga Jo mengejek dirinya.
“Latihannya
giat bener?”.
“Oh iya, mau
ikut tournament”.
“Emang bisa
apa kamu, yang ikut di situ kan atlet beneran yang dilatih oleh pelatih
profesional?”.
“Iya di coba
aja ,itung-itung nambah pengalaman dan siapa tau bisa juara”.
“Ha..ha..ha
juara dari mana “.
“Yang
penting usaha dulu lah”.
Hari tournament kuarang satu hari
lagi akan dihelat. Persiapanpun suadah di persiapkan dengan matang. Dan tak lupa juga Jo meminta doa retu kepada
ibunya.
“Bu, besok
Jo mau ikut tournament, Jo minta doanya ya?”.
“Iya nak,
aku doakan suapaya dapat juara “.
“Amin ,
semoga juara “.
“Sudah tidur
saja, udah malam juga, gak baik juga untuk kesehatanmu besok”.
“Iya bu,
selamat malam”.
“Malam juga
nak”.
Pagi pun datang, Jo bergegas untuk
pergi ke Gedung besar dan mewah itu. Disana Jo mendaftarkan dirinya untuk
menjadi peserta di tournament yang
berhadiah 50.000.000. Tiba waktunya Jo tampil, sebelum dia tampil Jo melakukan
pemanasan dan berdoa supaya dapat menang. Saat memasuki lapangan Jo tampak
gugup. Babak pertama pun di lewatinya dengan baik hingga babak kedua. Dan Jo
akan berhadapan lawan yang lebih alot lagi untuk mendapatkan tiket semi final.
Hati Jo gembira dan ingin sekali menceritakan perjuangannya kepada ibunya.
“Bu, Jo masuk
semi final”.
“Oh ya,
bersyukur bisa masuk semi final”.
“Ow ya, aku
tadi ngalahin lawan dengan skor telak, walaupun aku tanpa pelatih aku dapat nunjukin
semangat aku kepada lawan”.
“Iya jangan
mudah puas, masih banyak perjuanganmu untuk jadi juara?”.
“Iya bu, aku
tidur dulu ya?”.
“Iya, nak”.
Hari yang di tunggu pun tiba, Jo
bergegas berangkat dan mengahadapi lawan untuk mendapatkan tiket semi final.
Dia bermain dengan semangat dan juga main lepas . Poin demi poin diraihnya
hingga mendapatkan poin 21-19 untuk kemenangan Jo, pada babak kedua Jo
mendapatkan tekanan di akhir game untuk mendapatkan kemenangan , namun Jo dapat
mengatasinya. Dan dapat mengamankan tiket Final.
Dipartai puncak Jo ditantang lawan
juara bertahan tahun lalu, walau berhadapan dengan juara bertahan Jo sempat
merasa gerogi dan mlinder saat memasuki lapangan. Ini merupakan kesempatan Jo
untuk menang. Poin yag didapat pun sangat ketat, saling kejar-kejaran poin game
pertama pun Jo mampu menang dengan skor 21-19, pada game kedua lawan mampu
memperbaiki kesalahan dengan unggul 21-19. Pada game ketiga pertandingan begitu
berlangsung seru, hingga para penonton tercengang dengan permainan mereka
berdua. Skor poinpun saling ketat di poin 18-18, namun Jo tetap semangat
,hingga merubah nilai 20-19 untuk kemengan Jo, pada saat poin akhir, Jo
teringat tentang pesan tetangganya yang melatih Jo bahwa “kalau bermain, pakai
perasaan”. Jo pun melakukan servise dan tidak gampang untuk melakukan kesalahan
,hingga pada akhirnya Jo mampu memanfaatkan peluang dengan smashnya yang tidak
dapt di kembalikan lawan.
Jo mampu menjadi juara 1 dan mampu
mengalahkan juara bertahan, hinnga mengantarkan dirinya naik podium tertinggi
dam menerima hadiah. Tak hanya hadiah juga namun dia juga dipanggil oleh PBSI untuk
menjadi atlet pelatnas. Tiba dirumah Jo mengabarkan kemenangannya kepada
ibunya.
“Ibu Jo
menang, dapat juara 1”.
“Ibu bangga
padamu nak”.
“Iya bu, oh
ya aku juga dipanggil pelatnas dan juga aku dapat sekolah lagi “.
“Iya nak,
sekarang kamu juga tidak usah cari botol lagi?”.
“ini semua
berkat doa ibu khan?”.
“Dan juga
usahamu nak”.
Kini sekarang Jo dapat merubah
nasibnya. Dia dapat mencari pekerjaan yang lebih baik sebagai atlet nasional. Kini
perjuangan Jo yang sesungguhnya baru di mulai demi untuk mengharumkan nama
Indonesia di kancah internasional. Jo berharap suatu saat nanti dia dapat
mendapatkan gelar juara di tournament yang berkelas internasional.
0 komentar:
Posting Komentar